KELOLA RASA TAKUT, JADILAH PENULIS BERMENTAL BAJA

 KELOLA RASA TAKUT, JADILAH PENULIS YANG BERMENTAL BAJA

RESUME KE-9  GELOMBANG 18

NARA SUMBER    : Ditta Widya Utami, S.Pd., Gr.

Tema                       : Mental  dan Naluri Penulis

Moderator               : Aam Nurhasanah

Jum;at, 23 April 2021




KELOLA RASA TAKUT, JADILAH PENULIS YANG BERMENTAL BAJA

Siang ini pelatihan belajar menulis akan dipandu oleh ibu Aam Nurhasanah, dengan menghadirkan sosok penulis muda Ditta Widya Utami, S.Pd., Gr. Ditta kelahiran tahun 1990 merupakan alumnus kelas menulis gelombang ke-7 yang bukunya menembus  penerbit mayor.  Dengan mengusung tema  “Mental dan Naluri Penulis”, tidaklah berlebihan kalau saya menyematkan sebutan penulis hebat buat Ditta.

Betapa tidak, dalam usia yang masih sangat muda, Ditta berhasil menulis 3 buku solo dan beberapa artikel fiksi lainnya. Lelaki di Ladang Tebu (kumpulan cerpen pendidikan); Membongkar Rahasia Menulis (kumpulan artikel saat lomba blog PGRI); Sepenggal Kisah Corona (tentang memoar kehidupan saya selama satu tahun pandemi ; “Mengapa Tak Kau Tanyakan Saja” (Wattpad) dan “Djogja Backpacker “ merupakan karya –karya Ditta.

Lebih lanjut, Ditta memaparkan materi pelatihan hari ini yang dimulai dengan hal mendasar yang harus dimiliki oleh penulis pemula, yaitu teknik menulis dan mental seorang penulis. Kedua hal tersebut sangat erat kaitannya, tidak bisa dipisahkan. Misalnya saja, bagaimana membuat outline tulisan, membuat judul, teknik menulis sekali duduk, dan seterusnya. Maka, ibarat jiwa dan raga, antara teknik menulis dan mental penulis harus ada, agar tulisan bisa hidup.

Teknik menulis  mencakup kemampuan seseorang dalam menulis. Mulai dari pemilihan kosa kata, kemampuan membuat outline, pemahaman mengenai gagasan utama, berbagai jenis tulisan, serta pengetahuan lain yang bersifat teknis. Sedangkan mental penulis merujuk pada kondisi psikologis atau batin si penulis itu sendiri. Mental apa saja yang harus dimiliki penulis, salah satunya adalah siap belajar.

Berdasarkan analisis Ditta, dilihat dari keseimbangan teknik dan mental penulis, maka ada 4 Tipe penulis, yaitu :

1. Dying writer

2. Dead man

3. Sick people

4. Alive

Tipe pertama adalah Dying Writer atau penulis yang sekarat. Termasuk dalam kategori ini adalah mereka yang lemah secara teknik, pun juga lemah mentalnya sebagai seorang penulis. Seolah hidup segan mati tak mau. Misalnya ikut pelatihan menulis setengah hati (lemah mental) dan tidak berkarya membuat tulisan (yang bisa jadi karena lemah teknik, tidak tahu bagaimana harus menulis, mendapatkan ide, dsb). Tipe ini bukan berarti tak mampu membuat tulisan. Hanya saja, diperlukan upaya ekstra agar orang-orang ini “mau” hidup sehat kembali untuk menulis. Ibaratnya menjadi penulis masih sekedar angan-angan tanpa aksi nyata.

Tipe kedua adalah Dead Man. Sesuai namanya, tulisan dari kategori ini “mati”. Tidak diketahui keberadaannya,  terkubur di folder laptop., terbungkus lembaran diary, atau bahkan notes yang ada di hp masih utuh, belum terpublish samasekali. Teknik menulis ada, sudah mampu menuli,  hanya mentalnya masih lemah (malu, takut dikritik dsb) sehingga tidak berani mempublish tulisan. Belum berani membuat buku atau artikel, padahal ilmu tentang kepenulisannya sudah mumpuni.

Tipe ketiga adalah Sick People. Orang-orang dalam kelompok ini adalah yang masih lemah teknik menulisnya namun sudah cukup memiliki mental seorang penulis sehingga sudah berani mempublish tulisannya. Mereka sudah siap jika ada yang mengkritik, mengomentari tulisan mereka dan sejatinya sadar masih terdapat kekurangan dalam tulisannya. Misal typo, penggunaan kata yang sama berulang kali, paragraf yang terlalu panjang, dsb. Obat bagi kategori ini tentu saja terus menulis. Tingkatkan jam terbang dalam menulis. Insya Allah dengan sendirinya akan sembuh. Karena semakin banyak menulis, semakin banyak review, semakin banyak baca, sehingga bisa meminimalkan kesalahan dalam penulisan karya.

Tipe keempat,  tentu saja kategori terbaik, yaitu Alive, yaitu penulis yang tulisannya hidup dan senantiasa berkarya seperti jantung yang terus berdetak saat pemiliknya bernyawa. Orang-orang dalam kelompok ini sudah bisa dikatakan “ahli” menulis (kuat teknik) serta kuat mentalnya. Cirinya mudah. Meski tingkatan ahli ada pemula, menengah dan sangat ahli, tapi secara umum kita bisa mengenali mereka. Misal saat menulis sudah seperti kebutuhan primer seperti makan. Ibaratnya, jika tak makan akan lapar. Begitu pula mereka yang hidup dalam menulis. Akan lapar menulis bahkan jika sehari saja tak membuat tulisan. Ciri yang paling kentara dari kelompok ini tentu saja seperti juara lomba menulis, bukunya tembus di jurnal nasional, di media massa, dan sebagainya.

Kelompok Alive ini termasuk kategori pembelajar sejati. Selalu berproses. Mampu hadapi tantangan menulis (meski puasa tetep nulis, walau sibuk menyempatkan nulis, dsb). Omjay, Mr. Bams, Bu Kanjeng, Pak H. Thamrin, moderator hebat kita kali ini Bu Aam, bahkan Bapak dan Ibu yang selalu bisa membuat resume bisa dikatakan dalam kategori ini. Apakah kita bisa menjadi alive? Tentu bisa!, yang penting terus aktif menulis dan pupuk mental penulisnya.

Dari kuesioner yang telah disebarkan Ditta,   salah satu pertanyaan  adalah “Apa yang Anda takutkan ketika menulis/mempublish tulisan?”. Ternyata dari 30 jawaban yang masuk, sebagian besar bisa dikategorikan menjadi 2 macam ketakutan, yaitu :

1. Takut terkait teknik penulisan (misal takut tidak sesuai kaidah penulisan, tidak sesuai aturan penerbit, alur dan pesan tulisan yang masih belum tampak, serta ketakutan lain yang sejenis)

2. Ketakutan yang berhubungan dengan (penilaian) dari orang lain. Misalnya takut dicemooh, diejek, tidak dibaca, dsb.

Teknik menulis akan membaik jika kita sering berlatih menulis. Mental penulis akan terbentuk ketika kita terus melatih diri mempublikasikan tulisan kita untuk dibaca oleh orang lain. Jika mau jadi penulis hebat, kita harus mau meningkatkan teknik dan mental menulis kita.

Selanjutnya masuk ke bahasan kedua tentang Naluri Penulis, kita berangkat dari pengertian naluri menurut KBBI online. Na·lu·ri : dorongan hati atau nafsu yang dibawa sejak lahir; pembawaan alami yang tidak disadari mendorong untuk berbuat sesuatu.  Insting: perbuatan atau reaksi yang sangat majemuk dan tidak dipelajari yang dipakai untuk mempertahankan hidup, terdapat pada semua jenis makhluk hidup.

Penulis sejati berangkat dari keresahannya. Membuatnya berbuat melalui “tulisan”, ia mengubah dunia dengan tulisan, mengubah orang-orang melalui goresan tintanya. Orang yang memiliki naluri penulis, akan mengoptimalkan seluruh inderanya sehingga bisa menghasilkan karya berupa tulisan. Misalnya ketika ada banjir yang melanda, dilihat di depan mata banyak orang mengungsi dsb, kemudian tergerak membuat tulisan. Itu adalah contoh sosok yang memiliki naluri penulis. Ada lagu syahdu yang bisa menjadi renungan, ia tuangkan dalam bentuk tulisan. Ini pun contoh naluri penulis.

Kenali diri Anda dan lingkungan Anda, lalu buatlah tulisan. Maka karya karya yang kita hasilkan akan mengasah naluri penulis dalam diri kita. Inilah  oleh oleh dari Ditta terkait hasil kuesioner yang mungkin bisa jadi bahan renungan untuk kita semua. Berikut tips singkat terkait hasil kuesionernya :

  1. Tetapkan niat, target, dan tujuan
  2. Ketahui manfaat
  3. Kenali kekuatan dan kelemahan
  4. Kelola rasa takut

Demikianlah pelatihan menulis hari ini, sangat banyak manfaat yang didapat, semoga Allah SWT member cucuran rahmat dan ilmu yang berkah kepada kita semua, aamiin. Salam literasi dari bumi Kualuh, basimpul kuat babontuk elok.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

KARYA ILMIAH JADI BUKU YANG SERU

Cinta Saja Tidak Cukup