KURIKULUM
DARURAT DI TENGAH GEMPURAN PANDEMI
COVID-19
Mengacu pada surat
edaran Kemendikbud No. 40 tahun 2020 tentang kebijakan pendidikan dalam masa darurat pandemi
covid-19, maka pembelajaran tatap muka ditiadakan. Sebagai gantinya, diberlakukanlah
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dengan menggunakan Kurikulum Darurat. Sekolah bisa memilih kurikulum yang disederhanakan sendiri
sesuai kebutuhan esensial siswa, sebab tidak mungkin seluruh beban kurikulum
tercapai ditengah keterbatasan yang ada. Sekolah juga bisa menerapkan kurikulum
darurat yang disusun Kemendikbud, atau tetap menggunakan kurikulum tahun 2013. Kurikulum
darurat bukanlah kurikulum baru, tetapi kurikulum yang disesuaikan dengan
kondisi khusus sesuai kebutuhan siswa.
Seiring dengan diberlakukannya kurikulum
darurat, maka ada penyederhanaan dalam muatan Kompetensi Inti (KI) dan
Kompetensi Dasar (KD) untuk setiap mata pelajaran pada semua jenjang
pendidikan. Sebagai contoh, pada mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas 1 SD, KD
dikurangi sebanyak 45 persen, untuk kelas 2 SD dikurangi 40 persen. Sementara
untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama kelas VII KD dikurangi sebesar 56
persen, dan kelas X jenjang Sekolah Lanjutan Atas dikurangi sebesar 61 persen.
Khusus untuk mata pelajaran yang saya ampu, Ekonomi kelas X, dari 9 KD
disederhanakan menjadi 7 KD saja. Tujuan dari pengurangan KD ini adalah supaya
siswa tidak terbebani dengan KD yang terlalu banyak. Jika KD yang harus
dikuasai oleh siswa terlalu banyak dan melebar, maka kurang fokus untuk
mempelajari KD yang lebih penting. Secara psikologis ,siswa akan lebih tenang
dengan metode PJJ apabila materi yang dipelajari tidak terlalu banyak. Bagi
guru, Kurikulum Darurat ini juga merupakan kesempatan untuk mengembangkan media
dan penggunaan teknologi dalam proses pembelajaran. Sebab, tidak bisa
dipungkiri, masih banyak guru yang gagap teknologi ditengah gempuran wabah pandemi
covid-19. Guru, sebagai garda terdepan pendidikan, ternyata masih memiliki
berbagai kelemahan dalam menghadapi kondisi ini. Salah satu kelemahan tersebut
adalah fakta bahwa sebanyak 60 persen menghadapi kendala dalam penggunaan
teknologi untuk pelaksanaan PJJ.
Dengan kondisi yang sangat jauh berbeda dibandingkan ketika pembelajaran dilakukan secara tatap muka, pantaskah guru direndahkan?, pantaskah guru diberi label “makan gaji buta?.” Bahkan ada yang lebih memprihatinkan lagi, jika ada yang mengecap bahwa guru tidak berkualitas. Barangkali suara-suara sumbang tersebut berasal dari orang atau pihak yang tidak memahami berbagai upaya yang telah dilakukan guru untuk menghadapi “kejutan di bulan Maret 2020” ketika sekolah harus lockdown. Sesederhana apapun bentuk adaptasi dan improvisasi yang dilakukan guru untuk mensikapi Kurikulum Darurat dengan pemberlakuan PJJ, selayaknyalah diapresiasi. Guru, ditengah keterbatasan baik moril maupun material, tetap memiliki optimisme untuk anak didiknya. Guru, tetap berbuat sedaya upaya untuk mencerdaskan anak bangsa, walaupun harus pontang panting belajar hal-hal baru tentang teknologi.
Dalam pelaksanaan PJJ berbasis teknologi,
dibutuhkan ketrampilan guru untuk mentrasfer ilmu kepada siswa. Berbagai media
dapat digunakan seperti Whatsapp Group,
Google Classroom, Zoom Cloud Meeting, Skype dan sebagainya. Selain itu,
sumber belajar tersedia secara online, ada yang berbayar dan ada juga yang gratis.
Namun, guru juga harus menyesuaikan ketersediaan sarana yang dimiliki oleh
siswa sebelum menentukan media yang akan dipakai. Sekadar contoh, saya pernah
mencoba pemakaian Zoom Cloud Meeting
pada 3 rombongan belajar, namun respon siswa sangat minim, sebab hanya 25
persen yang benar-benar siap dengan media tersebut. Ketika saya tanya apa yang
menjadi kendala, maka beragam alasan yang masuk akal, sebagian besar tidak
memiliki paket internet. Walaupun demikian, guru
harus tetap mengupayakan agar pelaksanaan pembelajaran daring tetap berjalan
ditengah berbagai keterbatasan tersebut. Sehingga, pemanfaatan berbagai media
dalam pelaksanaan PJJ tidak hanya
berpedoman pada kemampuan dan keinginan guru, tetapi juga harus
mempertimbangkan kesiapan siswa.
Akhirnya,
dengan berbagai keterbatasan dalam situasi pandemi covid-19 sejatinya menjadi tantangan bagi
guru untuk terus belajar dan berlatih pembelajaran secara daring.
Disamping itu guru harus mampu menyajikan pembelajaran yang menyenangkan sehingga PJJ tidak terkesan membosankan. Ketika masih
ada nada-nada sumbang, apakah itu di jagat maya atau jagat nyata, maka berbaik
sangkalah duhai para guru, anggaplah itu sebagai “remote control”. Yakinkan
dirimu wahai pahlawan pembina insan cendekia, bahwa pekerjaan; pengabdian yang
kalian lakukan tidaklah semata-mata untuk menjalankan tugas. Bekerjalah kamu,
maka Allah, dan RasulNya serta orang-orang yang mukmin akan melihat pekerjaan
kamu.
Penulis:
CHRISMA JUITA NAINGGOLAN
SMA NEGERI 1
KUALUH SELATAN KABUPATEN LABUHANBATU UTARA,
PROVINSI
SUMATERA UTARA
NPA:02190500015
Email masitahnainggolanraj@gmail.com
Lomba Blog PGRI
2021 hari ke-3
Komentar
Posting Komentar